Mexico City - Mulai hari ini, Jumat (1/5), Meksiko menutup diri secara resmi. Segala macam bentuk bisnis mesti ditutup hingga Selasa mendatang, kecuali rumah-rumah sakit, supermarket, dan apotek. Denyut kehidupan di negara itu melambat. Bahkan sebelum perintah untuk menutup segala bentuk usaha diberlakukan, Mexico City sudah kehilangan rohnya.
Jalan-jalan yang biasanya tak pernah sepi dengan suara klakson dan deru kendaraan bermotor tiba-tiba senyap. Tak ada anak-anak yang bermain bola di jalan, tak ada pasangan-pasangan kekasih yang mesra di bawah pohon di taman. Beberapa pekerja melintas, tapi wajah mereka ditutupi masker medis.
Bahkan, beberapa pengemis yang masih mencoba mencari peruntungan juga menutup wajah mereka dengan masker medis. Meksiko tengah diteror dan penerornya: “Flu Babi”.
Meksiko mati suri, dan penyebabnya satu: flu babi. Penyakit mematikan itu ditebar sejenis turunan baru dari perpaduan antara virus flu babi, flu burung dan flu manusia. Sejak epidemik ini diumumkan pada 23 April lalu, korban meninggal dunia meningkat dengan sangat cepat. Hingga Rabu (29/4), jumlah kematian mencapai 168. Belum lagi ribuan orang yang telah terinfeksi.
Tanda-tanda pertama flu babi ditemukan di negara bagian Veracruz, Meksiko. Di sana, peternakan babi menjadi industri utama. Kasus awal yang ditemukan ada pada seorang anak laki-laki berusia lima tahun. Ia adalah satu dari ratusan orang di kota La Gloria yang mengalami gejala flu. Meski sakit, orang-orang dari La Gloria tetap berangkat bekerja ke Mexico City.
Begitulah, virus-virus ini menyebar di ibu kota negara.
Berhari-hari kemudian, seorang pemeriksa pajak dirawat di rumah sakit karena masalah pernapasan akut di negara bagian Oaxaca, menulari 16 pekerja rumah sakit sebelum menjadi korban tewas pertama yang dipastikan terinfeksi flu babi.
Kini, virus-virus tersebut mulai mencari lahan-lahan baru. Selandia Baru, Israel, Amerika Serikat, Kanada, Inggris dan Spanyol memastikan warga mereka telah terinfeksi penyakit ini. Di New York, Amerika Serikat, ratusan siswa terindikasi mengalami gejala flu babi setelah beberapa siswa kembali dari Cancun, Meksiko. Di Selandia Baru, warga yang terinfeksi flu babi ini pun baru bepergian dari Meksiko. Begitu juga Israel.
Ketakutan kini melanda seluruh dunia. Virus baru ini telah berpindah dari orang ke orang. Semua negara bersiap menghadapi kemungkinan terburuk. WHO kini telah menempatkan flu babi dalam Tahap 5 dan tengah mempertimbangkan dinaikkan lagi ke pandemik Tahap 6. Menurut definisi, kata Kepala Flu WHO Dr Keiji Fukuda, pandemik berarti “perpindahan virus baru ini dalam banyak negara dan banyak kawasan di dunia. Jadi, saat ini kami mengatakan bahwa kam melihat kasus ini secara meyakinkan di dua negara di satu kawasan dunia.”
Krisis Global
Flu babi memperburuk krisis keuangan global. Perdagangan dunia yang telah lesu kian kehilangan darah karena ketakutan akan pandemik. Beberapa negara kini melarang penerbangan dari dan ke Meksiko dan bahkan Amerika Serikat. Orang jadi takut bepergian. China, Rusia dan Korea Selatan melarang impor babi dari Amerika, meski ada jaminan bahwa flu tersebut tidak menyebar lewat makanan.
Ancaman pandemik muncul di saat ekonomi dunia menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. “Ini adalah kejutan negatif lain ketika ekonomi setidaknya bisa menghadapi kejutan negatif lain,” kata Jay Bryson, ekonom global di Wachovia Corp. Para ekonom ingat betul bagaimana kerugian keuangan akibat wabah SARS pada 2003. Epidemik dengan skala yang lebih besar bisa memukul perekonomian global yang telah terpuruk.
“Dari segala perpaduan krisis keuangan dan ekonomi global, wabah flu babi adalah yang paling tidak kita butuhkan saat ini,” kata Neil MacKinnon, kepala ekonom di The ECU Group PLC, yang berbasis di London.
Penutupan bisnis di Mexico City telah mengorbankan biaya setidaknya US$ 57 juta sehari, menurut Kamar Dagang, Layanan dan Pariwisata kota itu.
Di Chicago, harga daging babi turun karena ketakutan konsumen. Begitu juga di China. Melihat kenyataan ini, Menteri Pertanian Tom Vilsack mendorong perubahan nama flu babi untuk melindungi pasar.
Nyatanya, ketakutan akan kian memburuknya krisis ekonomi membuat WHO tidak mengeluarkan rekomendasi apa pun untuk larangan bepergian. Sebuah tindakan yang sangat berlawanan dengan saat wabah SARS melanda pada 2003. Saat itu, WHO langsung mengeluarkan peringatan perjalanan yang merekomendasi penundaan perjalanan tidak penting ke kota-kota, termasuk Hong Kong, Beijing, dan Toronto. Padahal, langkah ini terbukti berhasil menahan penyebaran penyakit tersebut. (ida/ap)
Copyright © Sinar Harapan 2008
No comments:
Post a Comment